PURBALINGGA – Menjelang akhir bulan Ramadhan 1442 Hijriah, Bupati Purbalingga Dyah hayuning Pratiwi memastikan tidak diadakanya shalat Idul Fitri di Alun Alun Purbalingga dan lapangan di tingkat kecamatan. Hal itu tertuang dalam kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh Bupati dan Wakil Bupati bersama Ketua DPRD, Forkopimda, Kepala Kantor Kemenag, Ketua MUI dan pimpinan organisasi keagamaan PC Nahdatul Ulama, PD Muhammadiyah dan LDII.

“Kami sepakati untuk menghindari penyebaran covid-19 dari kerumunan jamaah shalat ied yang heterogen, maka pada Hari Raya Idul Fitri nanti tidak diadakan shalat ied di Alun Alun Purbalingga dan lapangan di tingkat kecamatan,” kata Bupati Tiwi usai penandatanganan kesepakatan bersama di Pringgitan Rumah Jabatan Bupati, Rabu (5/5).

Dikatakan Bupati Tiwi, sesuai ketentuan penyelenggaraan shalat ied dapat dilaksanakan secara berjamaah di masjid, mushola, lapangan atau tempat lain secara terbatas dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, penyelenggaraan shalat idul fitri juga mempertimbangkan status zonasi Covid-19 berbasis desa. Untuk desa/kelurahan yang berada di zona merah atau oranye, shalat ied diselenggarakan di rumah masing-masing dengan keluarga inti. Sedangkan desa/kelurahan zona hijau dan kuning dapat menyelenggarakan shalat ied berjamaah di masjid/mushola/lapangan atau tempat lain dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.

“Shalat ied di lapangan terbuka dengan jumlah jamaah besar dan heterogen tidak diperkenankan. Penyelenggaraan shalat ied di lapangan atau tempat terbuka hendaknya dalam jumlah terbatas dan dikhususkan bagi warga sekitar (homogen) dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan ketat dibawah pengawasan pihak keamanan,” jelasnya.

Bupati melanjutkan, pihak panitia juga diwajibkan melaksanakan sejumlah prosedur seperti berkordinasi dengan pemerintah kabupaten/kecamatan/desa/kelurahan dan menyiapkan petugas pelaksana dan pengawasan protokol kesehatan termasuk melaksanakan disinfeksi di area tempat pelaksanaan shalat ied.  Melaksanakan jaga jarak dan mempersingkat pelaksanaan shalat ied dan khutbah Idul Fitri tanpa mengurangi ketentuan syarat dan rukunnya. Panitia juga diminta tidak menghimpun infak dengan cara memutar kotak infak untuk menghindari kontak tangan yang menjadi salah satu karawanan penularan covid-19.

“Panitia juga wajib memberikan himbauan kepada jamaah agar membawa sajadah sendiri, memakai masker sejak dari rumah, menjaga jarak dan menghindari kontak fisik seperti bersalaman dan berpelukan. Himbauan juga diperuntukan bagi anak-anak, warga lanjut usia dan orang dengan sakit bawaan yang beresiko tinggi tertular covid-19 agar melaksanakan shalat ied di rumah saja,” katanya.

Selain shalat Idul Fitri, kesepakatan bersama juga menegaskan tidak diadakannya takbir keliling saat malam idul fitri. Kegiatan takbiran dapat dilakukan di masjid/mushola/rumah dengan tetap mematuhi protokol kesehatan serta menghindari terjadinya kerumunan. Bupati tiwi juga menghimbau agar semua lembaga pemerintah/swasta/perorangan, masjid/mushola dan lainnya tidak menyelenggarakan halal bihalal, open house atau silaturahmi yang mengumpulkan massa banyak.

“Terkait pengelolaan zakat fitrah, amil zakat sebisa mungkin meminimalkan pengumpulan zakat fitrah dan ZIS (Zakat, Infak, Sodaqoh-red) melalui kontak fisik dan tatap muka. Ini bisa diganti dengan layanan jemput zakat atau transfer layanan perbankan,” jelasnya.

Penyaluran zakat fitrah, lanjutnya, juga diminta tidak menggunakan system kupon dan mengumpulkan orang, namun dilakukan dengan mendatangi langsung tempat tinggal mustahik. Para petugas juga harus menjalankan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, sarung tangan dan alat pembersih sekali pakai berupa tissue atau hand sanitiser. (*)